RSS

COMMUNITY DEVELOPMENT


Dunia saat ini belum berkeadilan, tetapi dalam kebersamaan tetap memliki kesempatan yang baik dalam mengeliminasi kemiskinan, kondisi tak berperikemanusiaan, dan degradasi lingkungan yang masih jauh dari ideal. Padahal, Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 ayat 1 mengamanatkan : “ Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Oleh karena itu setiap individu melalui perannya di perusahaan sebaiknya bersedia untuk mengambil tanggung jawabnya tanpa harus memperdebatkan tanggung jawab tersebut kembali untuk menanggapi berbagai tantangan global yang dihadapi.
Berbicara mengenai tanggung jawab, ada hal yang perlu ditanyakan. Apakah perusahaan mempunyai tanggung jawab dan mengapa sebuah perusahaan harus memiliki tanggung jawab ?. Dengan jelas sekali bahwa perusahaan tentunya memiliki tanggung jawab baik secara legal maupun sosial dan perusahaan memang perlu memiliki tanggung jawab atau dapat disebut juga tanggung jawab korporat, karena dengan memiliki tanggung jawab, pihak perusahaan sebenarnya secara tidak langsung melakukan upaya pemenangan kepercayaan maupun loyalitas dari para stakeholders di tempat perusahaan tersebut berada. Sebab dengan adanya tanggung jawab perusahaan, maka perusahaan dapat membentuk kehormatan bagi perusahaan tersebut demi kepentingan masyarakat, ditunjukkan dengan mengambil rasa memiliki dari efek aktivitas terhadap stakeholders kunci yang antara lain terdiri dari karyawan, para pemegang saham, komunitas, konsumen, dan lingkungan dalam semua bagian dari operasi yang dilakukan.
Mengenai tangung jawab perusahaan secara legal, pihak perusahaan memiliki tanggung jawab karena perusahaan atau korporasi, sebuah kata yang berasal dari bahasa latin ini yakni Corpus atau Corpora secara harfiah berarti badan hukum. Hakim Agung Amerika, Marshall (1819) mengatakan : “Suatu korporasi adalah suatu makhluk buatan, tidak kelihatan, tidak berwujud, dan hanya berada di mata hukum. Karena semata-mata merupakan ciptaan hukum, ia hanya memiliki ciri-ciri yang oleh akte pendiriannya diberikan kepadanya …”. Karena perusahaan sebagai makhluk ciptaan hukum, maka tanggung jawab perusahaan sebagai badan hukum tentu tidak mungkin diragukan. Jika perusahaan sebagai badan hukum telah dinyatakan memiliki tanggung jawab legal lalu bagaimana dengan tanggung jawab sosial yang dimiliki perusahaan ?. Tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR), yang juga bersinggungan dan bahkan sering dipertukarkan dengan istilah lain seperti corporate sustainability, corporate accountability, corporate citizenship, dan corporate stewardship merupakan konsep yang terus mengalami perkembangan. Artinya, CSR masih belum memiliki sebuah definisi standar maupun seperangkat kriteria spesifik yang diakui secara penuh oleh pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Walaupun demikian, peraturan mengenai pelaksanaan CSR telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam UU No. 40 Tahun 2007 Pasal 74 ayat 1 yang menyebutkan bahwa PT yang menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tangung jawab sosial dan lingkungan.
Komitmen dan aktivitas CSR pada intinya merujuk pada aspek-aspek perilaku perusahaan (firm’s behaviour), termasuk kebijakan dan program perusahaan yang menyangkut dua elemen kunci, antara lain : (1) Good corporate governance, yakni berupa etika bisnis, manajemen sumberdaya manusia, jaminan sosial bagi pegawai, serta kesehatan, dan keselamatan kerja; (2) Good corporate responsibility, yakni berupa pelestarian lingkungan, pengembangan masyarakat (community development), perlindungan hak asasi manusia, perlindungan konsumen, relasi dengan pemasok, dan penghormatan terhadap hak-hak para pemangku kepentingan lainnya (stakeholders). Dengan demikian, perilaku atau cara perusahaan memperhatikan dan melibatkan para shareholders maupun stakeholdersnya, seperti : pekerja, pelanggan, pemasok, pemerintah, LSM, masyarakat, serta para stakeholders lainnya merupakan konsep utama dari CSR.
Suatu perilaku yang ditunjukan sebuah perusahaan dalam memperhatikan dan melibatkan para pemangku kepentingan, tentunya akan memberikan keuntungan yang luar biasa bagi pihak perusahaan sebagai pelaku dari konsep CSR tersebut. Adapun keuntungan yang diperoleh tidak hanya sekedar keuntungan secara finansial semata, melainkan juga keuntungan berupa kepercayaan (trust) yang diberikan oleh para stakeholders perusahaan, baik stakeholders dalam artian sempit maupun luas kepada perusahaan yang melakukan operasi industri di lingkungan sekitar para stakeholders berada.
Dari kedua keuntungan yang diperoleh perusahaan, sesungguhnya yang menjadi modal dasar bagi perusahaan agar dapat terus melakukan aktivitasnya adalah berupa sebuah kepercayaan. Hal ini dikarenakan dalam sebuah dunia usaha yang dilakukan sangat membutuhkan kondisi lingkungan lokal yang mampu memberikan dukungan positif bagi perusahaan yang sedang beroperasi. Perlunya dukungan positif dari para stakeholders perusahaan dilatarbelakangi dengan kemampuan ketahanan perusahaan yang pasti tidak akan dapat bertahan lama apabila di  lingkungan tempat perusahaan yang beroperasional tersebut ambruk atau ‘kurang subur’. Sehingga menjadi sebuah keharusan dan juga kebutuhan bagi sebuah perusahaan dalam memperoleh persetujuan tersebut untuk bisa beroperasional secara stabil. Melihat dari perilaku yang harus dijalankan oleh pihak perusahaan serta keuntungan yang akan diperoleh oleh perusahaan berupa peningkatan produktivitas kerja, dapat digambarkan dengan model kerjasama antara perusahaan dengan para stakeholdersnya.
Hampir sama dengan penjelasan sebelumnya, John Elkington (1997) dalam bukunya yang berjudul Cannibals with Forks, The Tripple Bottom Line of Twentieth Century Bussiness yang kemudian disahkan World Summit on Sustainable Development (WSSD) di Johannesburg, Afrika Selatan tahun 2002 memberikan terobosan besar mengenai konsep CSR. Dalam konsepnya, Elkington menjelaskan bahwa bagi setiap perusahaan yang menjalankan usahanya, hendaknya memperhatikan 3P, yaitu : (1) profit, (2) people, dan (3) plannet. Artinya, Perusahaan dalam menjalankan usahanya tidak diperkenankan hanya mengejar keuntungan semata (profit), tetapi mereka juga harus terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people), dan berpartisipasi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). Ketiga prinsip tersebut saling mendukung dalam pelaksanaan CSR. Mengacu pada kedua penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan tidak hanya memiliki tanggung jawab dalam aspek hukum, tapi juga memiliki tanggung jawab secara sosial. Melihat perlunya tanggung jawab sosial yang dilakukan perusahaan, ternyata juga disetujui oleh hampir semua penulis buku mengenai etika bisnis maupun para pelaku bisnis itu sendiri. Namun sayangnya, masih ada saja pendekatan yang dilakukan sangat berbeda dengan konsep CSR itu sendiri. Seperti yang disampaikan oleh seorang ekonom besar dari Amerika Serikat, Milton Friedman, profesor emeritus dari Universitas Chicago sekaligus pemenang hadiah Nobel, dalam bukunya yang berjudul The Social Responsibility of Business To Increase Its Profits. Adapun dalam penulisannya, Friedman menjelaskan bahwa satu-satunya tanggung jawab sosial perusahaan adalah meningkatkan keuntungan sampai menjadi sebesar mungkin. Pandangan Friedman mengenai tanggung jawab sosial perusahaan tidaklah sepenuhnya salah, sebab walau bagaimanapun juga bila seseorang berkecimpung di dalam dunia bisnis tentunya mengharapkan keuntungan (profit). Akan tetapi, tidak dijadikan sebagai prioritas utama. Karena ada hal yang perlu ditekankan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan tidak hanya sebatas pada apa yang diperintahkan hukum, apa lagi pada kepentingan perusahaan. Karena tanggung jawab sosial perusahaan terhadap para stakeholders yang dimaksud tidak terikat dalam ruang dan waktu. Dengan kata lain manfaat yang diperoleh stakeholders atas perusahaan masih tetap dirasakan, walaupun perusahaan tersebut tidak lagi beroperasi di wilayah itu. Karena dengan dilaksanakannya tanggung jawab sosial, maka diharapkan antara pihak perusahaan dan juga stakeholders perusahaan dapat saling memberi kesempatan untuk sama-sama maju dan berkembang.
Dalam hal ini, realisasi dari tanggung jawab sosial yang dijalankan oleh perusahaan adalah dengan melakukan pemberdayaan masyarakat (community development). Adanya program pengembangan masyarakat yang dilakukan adalah sebagai kerangka dalam mempersiapkan diri bagi masyarakat yang berada di sekitar tempat beroperasionalnya perusahaan, apabila suatu waktu perusahaan sudah selesai dalam beroperasional. Sehingga masyarakat akan tetap mampu melanjutkan roda kehidupan sosial ekonominya berdasarkan pada sumber daya lokalnya. Harapan tersebut akan dapat dicapai melalui program-program yang sifatnya juga memberdayakan, seperti pembinaan kewirausahaan, akses modal melalui lembaga keuangan mikro, pelatihan kejuruan, pendampingan pertanian atau perikanan atau perkebunan, dan sebagainya dengan mengandalkan tiga karakter utama pengembangan masyarakat, yaitu berbasis masyarakat (community based), berbasis sumber daya setempat (local resource based), dan berkelanjutan (sustainable). Menyikapi dari kesalahpemahaman yang dilakukan oleh Friedman atau bisa jadi juga dilakukan oleh perusahaan. Maka, diperlukan sebuah aturan untuk kemudian dijadikan sebagai acuan dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan.
International Organization for Standarization (ISO) adalah sebuah organisasi yang didirikan pada tahun 1947 dan berkedudukan di Jenewa, Swiss. Sebagai sebuah organisasi, ISO selaku jaringan global badan standar diposisikan secara unik untuk mempengaruhi perubahan melalui kiprah dan keberadaannya di tingkat internasional. Peranan ISO pada awalnya adalah untuk mempromosikan standar produk, jasa, proses, bahan, dan sistem. Kemudian peranannya meningkat dengan melakukan pengembangan standar yang berfungsi sebagai perangkat manajemen. Selanjutnya, saat ini peranannya ditingkatkan lagi dengan melakukan pengembangan standar yang memperhatikan aspek kemanusiaan.
Pengembangan standar ISO sangat menaruh perhatian besar dan berupaya untuk mencetuskan kegiatan awal pengembangan social responsibility berbasis kesatuan tekad dimana para pemangku kepentingan social reponsibility dapat dengan bebas berkontribusi. Dengan adanya kebebasan berkontribusi yang diberikan, maka bagi setiap perusahaan yang ingin meningkatkan tanggung jawab moralnya harus secara berkala meningkatkan peranan dan proses tanggung jawab moralnya kepada masyarakat. Akan tetapi, untuk bisa  berkontribusi dalam meningkatkan tanggung jawab sosial, sebenarnya tidak hanya dari pihak perusahaan saja, melainkan seluruh elemen masyarakat juga dapat berkontribusi dalam pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Namun, ada hal yang perlu untuk diperhatikan, bahwa untuk bisa berkontribusi dalam pembangunan berkelanjutan diperlukan adanya instrument untuk mengarahkan para praktisi dalam memantapkan dan mengoperasionalkan sasaran dari pembangunan berkelanjutan. Adapun realisasi pembangunan berkelanjutan menurut Ketua Working Group Social Responsibility yang ditunjuk oleh Brazilian Standard Institute (ABNT), Jorge Cajazeira merupakan suatu kemungkinan, artinya tidak ada yang tidak bisa diraih.
Pengaturan untuk kegiatan ISO dalam tanggung jawab sosial terletak pada pemahaman umum bahwa social responsibility adalah sangat penting untuk kelanjutan suatu perusahaan. Adapun pemahaman umum mengenai penilaian social responsibility itu dianggap sangat penting tercermin pada dua sidang, yaitu Rio Earth Summit on The Environment (1992) dan World Summit on Sustainable Development atau WSSD (2002) yang diselenggarakan di Afrika Selatan.

Pada bulan April 2001, ISO Council menugaskan COPOLCO (Komite ISO untuk Kebijakan Konsumen) untuk memberikan pertimbangan atas kelayakan pembentukan standar internasional ISO untuk bidang Corporate Social Responsibility. COPOLCO memutuskan untuk melakukan penilaian kelayakan tersebut pada bulan Mei 2001.
Pada bulan Juni 2002, COPOLCO menyimpulkan bahwa dari sudut pandang konsumen, ISO telah memposisikan dirinya dengan tepat untuk memimpin pengembangan standar internasional social responsibility. Konsekuensi dari hasil kajian tersebut adalah COPOLCO menyampaikan rekomendasi kepada ISO Council agar ISO membentuk tim pengarah yang melibatkan seluruh stakeholder kunci untuk melakukan kajian terhadap isu social responsibility lebih lanjut.
Pada awal tahun 2003, ISO membentuk tim penasehat strategi (Strategic Advisory Group - SAG) untuk tanggung jawab moral yang bertugas membantu memutuskan apakah keterlibatan ISO dalam bidang social responsibility akan memberikan nilai tambah terhadap inisiasi dan program social responsibility. Tim terdiri atas wakil dari seluruh dunia dan dari cakupan bidang minat yang luas dari para stakeholders, termasuk kalangan bisnis, pemerintah, buruh, konsumen, dan lembaga swadaya masyarakat. Setelah melalui diskusi dan telaah selama 18 bulan, tim penasehat kemudian menyiapkan laporan komprensif yang mencakup pandangan terhadap inisiasi social responsibility secara luas dan identifikasi permasalahan yang perlu diperhatikan oleh ISO. Kemudian menyimpulkan bahwa ISO harus tetap meneruskan kegiatan pengembangan social responsibility selaras dengan rekomendasi yang diberikan.
Pada tanggal 21-22 Juni 2004, SAG menyelenggarakan konferensi internasional ISO untuk tanggung jawab moral di Swedia dengan Swedish Standard Institute (SIS) sebagai penyelenggara, dengan tujuan untuk memperoleh masukan secara internasional guna memberikan kontribusi atas keputusan ISO dalam proses standarisasi social responsibility. Dalam konferensi tersebut dihadiri oleh 355 partisipan dari 66 negara yang mewakili kelompok stakeholders. Isu yang diketengahkan sangat sesuai dengan identifikasi permasalahan yang dilaporkan oleh SAG.
Selanjutnya untuk ISO Technical Management Board (TMB), Berdasarkan rekomendasi dan laporan SAG serta hasil konferensi, maka TMB mengusulkan pembentukan kelompok kerja untuk mempersiapkan Standar Internasional yang berupa pedoman untuk tanggung jawab sosial. TMB selanjutnya menunjuk badan standar nasional Brasil (ABNT) dan Swedia (SIS) sebagai ketua kelompok kerja secara kolektif. Penunjukan ketua kelompok kerja secara kolektif merupakan sistem kembaran (twinning) baru antara negara berkembang serta negara maju yang keduanya adalah anggota ISO yang merupakan tata kerja yang diperkenalkan oleh TMB untuk memperkuat partisipasi negara berkembang yang keanggotaannya sudah mencapai 110 dari total keanggotaan sejumlah 156 negara anggota. Januari 2005, 37 anggota ISO memberikan hak suara terhadap New Work Item Proposal (proposal untuk mengembangkan standar baru) untuk social responsibility. New Work Item Proposal (NWIP) merupakan dokumen dasar yang memberikan kunci arahan dalam pengembangan standar baru. Sejumlah 32 negara menyatakan keinginannya untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengembangan standar social responsibility.
Dalam New York Item – Guidance on Social Responsibility terdapat cakupan standar yang terdiri dari :  (1) Memberikan pedoman bagi perusahaan dalam mengarahkan tanggung jawab sosialnya; (2) Menyediakan pedoman praktis yang berkaitan dengan pengoperasian tanggung jawab sosial, identifikasi dan pelibatan stakeholders, serta peningkatan kredibilitas laporan dan klaim mengenai social responsibility; (3) Penekanan terhadap hasil kinerja; (4) Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan; (5) Konsisten dan tidak menimbulkan konflik dengan dokumen terkait yang sudah ada, perjanjian internasional, konvensi serta standar ISO yang sudah ada.
Terdapat empat peran utama yang harus dijalankan oleh seorang CDO, yakni (1) Peran Fasilitatif, (2) Peran Edukatif, (3) Peran Representatif, dan (4) Peran Teknis. Masing-masing peran tersebut terintegrasi antara peran yang satu dengan yang lainnya, sehingga tidak diperkenankan bagi setiap CDO untuk memilah peran-peran tersebut dan berikut uraiannya :
1.2.1    Peran Fasilitatif (Facilitative Roles)
Peran-peran yang digolongkan ke dalam kelompok ini adalah yang berkaitan dengan menstimulasi dan mendukung pengembangan komunitas dan berbagai proses yang secara efektif menjadi katalis bagi kegiatan nyata dan membantu menjalankan proses. Kelompok peran ini terdiri dari : (1) Animasi sosial, (2) Mediasi dan negosiasi, (3) Mendukung (supportive), (4) Membangun konsensus, (5) Memfasilitasi kelompok, (6) Mendayagunakan keterampilan dan sumberdaya, serta (7) Pengorganisasian.
1.2.2 Peran-Peran Kependidikan (Educational Roles)
Peran kependidikan menuntut para CDO untuk lebih aktif.  Tidak sekedar pendorong dan pemberi stimulasi. Tetapi juga dituntut untuk memberi masukan yang positif dan direktif (secara langsung).  Peran ini tentu saja harus dilakukan dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan, serta pengalaman yang dimiliki oleh CDO.  Peran kependidikan tersebut terdiri dari : (1) Peran meningkatkan kesadaran (consiousness raising), (2) Peran penyediaan informasi (information), (3) Peran menentang atau mempertentangkan (confronting), dan (4) Peran kepelatihan atau melatih.
1.2.3    Peran-Peran Perwakilan (Representational Roles)
Selain cukup banyak waktu yang harus dialokasikan oleh para CDO untuk berinteraksi dengan  komunitasnya, mereka juga dituntut berinteraksi dengan sistem yang lebih luas.  Hal ini penting karena pada dasarnya pekerjaan pengembangan komunitas bukanlah suatu fenomena tertutup.
Perwakilan adalah peran yang dilakukan CDO dalam berinteraksi dengan pihak luar, untuk dan atas nama individu, kelompok atau komunitas secara keseluruhan. Peran ini harus dilakukan dengan jujur dalam takaran yang tepat. Kejujuran diperlukan agar tidak sekali-kali mengatasnamakan komunitas (fait accomplie) untuk kepentingan sendiri. Takaran yang tepat diperlukan agar tidak membuat komunitas menjadi ketergantungan kepada ‘wakilnya. Sebab perwakilan yang berlebihan tidak akan mendukung tercapainya ke-swadaya-an.
Adapun kelompok peran ini terdiri dari beberapa peran antara lain : (1) Mencari dan menyediakan sumberdaya (resourcing), (2) Pembelaan (advocacy), (3) Menggunakan media (using media), (4) Hubungan masyarakat (public relation), (5) Mengembangkan jaringan kerja (networking), dan (6) Mempertukarkan pengetahuan dan pengalaman (sharing knowledge and experience).
1.2.4    Peran-Peran Teknis
Sebagian besar pekerjaan CDO tidaklah dilakukan dengan menggunakan keahlian yang dapat dikategorikan sebagai ‘keahlian teknis’ jika seseorang memahami istilah ‘teknis’ itu sebagai penerapan keterampilan khusus atau spesifik dengan pendekatan petunjuk teknis (cook book).  Meskipun begitu, selalu ada kebutuhan penggunaan keterampilan teknis sebagai alat pembantu proses. Keterampilan teknis itu misalnya : (1) Pengumpulan dan analisis data (data collection and analysis), (2) Penggunaan komputer dan alat kantor lainnya (using computer and other office equipments), (3) Presentasi oral maupun tertulis (oral and writen presentation), (4) Manajemen (management), dan (5) Pengawasan atau pengendalian finansial (financial control).
Bukan keharusan bagi pekerja CDO mampu melakukan keseluruhan peran teknis yang telah disebutkan. Jika tidak dilakukan oleh seseorang yang mampu memainkan peran keterampilan teknis itu dari komunitas sendiri. Umumnya para CDO mengembangkan sendiri keterampilan teknis sesuai dengan yang dibutuhkannya. Ini dapat ditempuh melalui pelajaran yang diperoleh dalam pelatihan atau dari pengalamannya sendiri selama melaksanakan tugasnya. Hal lain yang juga perlu diingat dan kemudian dilakukan oleh CDO adalah ia harus mampu melakukan kajian kebutuhan dan mengevaluasi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tugas dan Tanggung jawab ComDev

Bagaimana tugas dan tanggung jawab Community Development Manager?
Seorang manajer comdev bertanggung jawab untuk:
  1. Mendesain, mengimplementasikan, dan mengelola program CD/CSR untuk memberikan manfaat kepada masyarakat sesuai dengan aturan hukum positif, peraturan perusahaan, dan hal-hal terkait lainnya.
  2. Menyediakan dukungan manajemen dalam meningkatkan citra dan reputasi perusahaan serta menciptakan hubungan yang baik antara perusahaan dengan masyarakat dan penguasa/pemerintah setempat.
Bagaimana kualifikasi untuk menjadi CD/CSR Manager?
Beberapa kualifikasi (biasanya) yang harus dimiliki adalah:
  1. S1 dengan pengalaman 3 tahun di bidang yang sama. Dipilih yang berpengalaman karena bidang CD/CSR memang tidak ada latar belakang pendidikan secara khusus, tapi biasanya bidang S1 Ilmu Hukum (terutama Hukum Lingkungan).
  2. Berpengalaman pada survey dan assesment masyarakat, pengaruh sosial, pengurangan risiko, dan menangani konflik/komplain dari masyarakat.
  3. Memiliki kemampuan komunikasi, presentasi, dan negosiasi yang baik dengan masyarakat, LSM, dan pemerintah setempat.
  4. Mampu membuat laporan dan dokumentasi dalam bahasa Indonesia dan Inggris.
  5. Memahami sistem manajemen lingkungan.
  6. Mampu berbicara, menulis, dan membaca dalam bahasa Inggris.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pengertian HRD


Manajemen Sumber Daya Manusia (Manajemen SDM atau Manajemen HRD) adalah system manajemen yang menangani masalah seputar karyawan yang menunjang aktivitas dan kegiatan organisasi atau perusahaan untuk mencapai tujuan organisasi dengan maksimal.
Arti lain dari Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya untuk dapat menunjang aktifitas organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan. Bagian atau unit yang biasanya mengurusi sdm adalah departemen sumber daya manusia atau dalam bahasa inggris disebut HRD atau human resource department. Manajemen sumber daya manusia juga dapat diartikan sebagai suatu prosedur yang berkelanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan dengan orang-orang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi memerlukannya.
Fungsi pertama dari manajemen sumber daya manusia (manajemen HRD) adalah pengadaan atau procurement. Proses pengadaan bukanlah proses yang mudah justru sebaliknya karena untuk mendapatkan dan menempatkan orang-orang yang kompeten, serasi, serta efektif tidaklah semudah membeli dan menempatkan mesin.
Fungsi kedua dari manajemen Sumber Daya Manusia (Manajemen HRD) adalah Pengembangan dan Evaluasi Karyawan (Development and Evaluation). Di sini peran pembekalan atau training sangat penting untuk meningkatkan kinerja karyawan yang maksimal dan berdaya guna.
Fungsi ketiga adalah Kompensasi dan Proteksi. Kompensasi adalah salah satu bentuk penghargaan dari kinerja yang bagus dari karyawan sedangkan jika karyawan tidak berprestasi juga mendapatkan punishment atau tidak mendapatkan kompensasi.
Karyawan adalah asset utama perusahaan yang menjadi perencana dan pelaku aktif dari setiap aktivitas organisasi. Pengadaan karyawan harus didasarkan pada prinsip apa baru siapa. Apa artinya kita harus terlebih dahulu menetapkan pekerjaan-pekerjaannya berdasarkan uraian pekerjaan. Siapa artinya kita baru mencari orang-orang yanng tepat untuk menduduki jabatan tersebut berdasarkan spesifikasi pekerjaan.
Job Analysis perlu dilakukan agar dapat mendesain organisasi serta menetapkan uraian pekerjaan dan evaluasi pekerjaan. Job Analysis adalah menganalisa dan mendesain pekerjaan apa saja yang harus dikerjakan, bagaimana mengerjakannya dan mengapa pekerjaan ini harus dilakukan.
Melaksanakan fungsi HRD sebagaimana yang terdapat dalam Garis-garis Besar Haluan Perusahaan meliputi :
1.     Perencanaan

     Merencanakan tenaga kerja secara efektif serta efisien agar sesuai kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan, yaitu dengan menetapkan program kepegawaian sesuai fungsi-fungsi yang dimiliki HRD.

2.     Pengorganisasian
     Mengorganisir semua karyawan melalui penetapan pembagian kerja, hubungan kerja, pendelegasian wewenang, integrasi dan koordinasi dalam bagan organisasi.

3.     Pengarahan
    Mengarahkan semua karyawan agar bersedia bekerja sama, bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.

4.     Pengendalian
     Mengendalikan semua karyawan agar mentaati peraturan-peraturan perusahaan serta bekerja sesuai rencana yang telah ditetapkan perusahaan. Selanjutnya jika ditengah perjalanan ternyata terdapat penyimpangan atau kesalahan maka harus diadakan tindakan korektif atau perbaikan serta penyempurnaan rencana tersebut. Kehadiran karyawan, kedisiplinan, perilaku, kerjasama, pelaksanaan pekerjaan dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan adalah hal-hal yang harus dikendalikan perusahaan.

5.    Rekruitmen
   Melaksanakan proses seleksi dan penarikan, penempatan untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

6.     Pengembangan
     Pengembangan adalah proses peningkatan ketrampilan teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan melaui pendidikan dan pelatihan (training) yang diberikan sesuai kebutuhan pekerja masa kini maupun masa yang akan datang.
7.     Kompensasi
    Pemberian balas jasa langsung dan tidak langsung, baik itu berupa uang atau barang kepada karyawan sebagai imbal jasa yang diberikan kepada perusahaan dengan prinsip adil dan layak, yaitu adil karena sesuai dengan prestasi kerjanya serta layak karena dapat memenuhi kebutuhan primernya yang berpedoman pada sekurang-kurangnya sama dengan batas upah minimum pemerintah.
8.     Pengintegrasian
   Pengintegrasian adalah aktivitas untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerja sama yang serasi, sinergis dan saling menguntungkan.
9.     Pemeliharaan
    Aktivitas untuk menjaga atau meningkatkan kondisi fisik, mental dan loyalitas karyawan, agar mereka tetap mau bekerja sama sampai dengan pensiun tiba dengan program kesejahteraan karyawan.
10. Kedisiplinan
   Untuk mencapai tujuan maksimal, kedisiplinan merupakan fungsi HRD yang terpenting, karena tanpa kedisiplinan yang baik akan sulit terwujud tujuan yang maksimal. Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturan-peraturan perusahaan yang berlaku.
11. Pemberhentian
   Pemutusan hubungan kerja ini dapat terjadi oleh berbagai sebab, seperti keinginan karyuawan, keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun dan sebagainya.
1. Persamaan dan Perbedaan HRD/SDM dan Pesonalia

Istilah-istilah itu sering tumpang tindih. sebagai bahan klarifikasi mungkin ilustrasi tentang peran-peran manajemen SDM. terdapat empat peran penting  yang seyogyanya dapat dijalankan secara bersamaan (simultan) oleh seorang pengelola SDM, yaitu :
  1. Sebagai mitra strategis yang menekankan pada aspek strategis dan berkenaan dengan proses-proses yang ada dalam organisasi. inilah yang disebut wilayah Manajemen Sumber Daya Manusia (strategis).
  2. Sebagai agen perubahan yang menekankan pada aspek strategis dan berkenaan dengan unsur orang-orang yang ada dalam organisasi. inilah yang disebut wilayah Pengembangan SDM atau HRD (Human Resource Development).
  3. Sebagai pemerhati karyawan yang menekankan pada aspek operasional dan berkenaan dengan unsur orang-orang yang ada dalam organisasi. inilah yang disebut wilayah Hubungan Industrial.
  4. Sebagai ahli administratif yang menekankan pada aspek operasional dan berkenaan dengan proses-proses yang ada dalam organisasi. inilah yang disebut wilayah Manajemen Personalia.
2. Peluang dan Tantangan Berkarier Di bidang SDM

Peluang untuk berkarier di bidang SDM cenderung meningkat baik secara kuantitas maupun kualitas. secara kuantitas pasti akan bertambah sering dengan adanya investasi-investasi baru terutama di kalangan dunia usaha. bagaimana dengan tantangannya? tantangan utamanya, aspek Manajemen SDM di Indonesia saat ini berada pada wilayah hubungan industrial dan manajemen kinerja dan produktivitas, yakni bagaimana caranya dapat mewujudkan memelihara ketenangan kerja dengan ketenangan usaha agar seluruh komponen perusahaan dapat bekerja dan berkarya secara sinergis pada tingkat produktivitas dan kepuasan kerja yang optimal, pada akhirnya kepentingan seluruh stakeholders dapat diperjuangkan dan diwujudkan dengan sebaik-baiknya berdasarkan keadilan dan kepatuhan.
Bagaimana tingkat persaingan untuk mengisi karier SDM? kualifikasi-kualifikasi sarjana hukum, psikologi dan Manajemen sebenarnya over supply, tapi secara kompetensi, sedikit sekali dari mereka yang benar-benar siap pakai atau siap beradaptasi dengan fungsi-fungsi operasional manajemen SDM.

3. Skill Bagi HRD

Human Resources merupakan salah satu bagian terpenting dari perusahaan, karena mengatur asset yang menjadi jantung utama mereka, yakni Sumber Daya Manusia (SDM). Dalam situasi krisis, dimana segala sesuatu berubah dengan cepat seperti sekarang ini, HR perlu membekali diri dengan beberapa survival skill yang memadai.
Menurut hasil survey yang dilakukan oleh Chartered Institute of Personnel and Development (CIPD), terdapat beberapa kompetensi utama yang mutlak dimiliki oleh mereka yang berpraktek di bagian HR.
Berikut ini adalah ulasannya.
-          Strategic thinking
Strategic thinking merupakan kemampuan esensial yang harus dimiliki oleh praktisi HR. Bahkan bagi mereka yang berada di level eksekutif, kompetensi ini perannya krusial. Mengapa? Hal ini disebabkan karena seorang pemimpin HR harus dapat menerjemahkan strategi perusahaan ke dalam bentuk praktik dan kebijakan HR yang tepat. Intinya, supaya praktik dan kebijakan HR yang diadopsi selaras dengan strategi dan tujuan utama perusahaan.
-          Effective management of change
Dalam situasi krisis seperti saat ini, perubahan terjadi dengan cepat, sehingga seringkali perusahaan harus melakukan adaptasi dengan cara melakukan perubahan pula, atau `Change`. Seorang praktisi HR harus dapat mengelola perubahan yang terjadi di organisasi secara efektif. Misalnya,dalam suatu perubahan tentunya akan selalu terjadi penolakan. Oleh karena itu, salah satu tugas HR antara lain bagaimana mereka dapat melakukan pendekatan kepada karyawan supaya dapat menerima perubahan yang ada. Kemudian praktisi HR juga perlu menjamin terciptanya komunikasi yang tepat dan positif mengenai perubahan yang terjadi, sehingga dapat menjembatani perbedaan yang ada.
-          Business knowledge
Sebagai praktisi HR yang bergerak di suatu organisasi bisnis, tentunya business knowledge menjadi sesuatu yang mutlak diperlukan. Hal ini penting karena praktik dan kebijakan HR yang diterapkannya tentunya akan berpengaruh langsung maupun tidak langsung bagi bisnis itu sendiri. Business knowledge sendiri dapat diperoleh dengan cara learning, baik itu melalui training formal maupun otodidak. Diskusi dan tukar pikiran melalui forum internal maupun eksternal juga dapat menjadi sarana dalam memperluas cakrawala business knowledge.
-          Influencing and political skills
Terakhir, influencing dan political skills menjadi salah satu kompetensi penting. Dalam berkomunikasi, penting bagi praktisi HR untuk dapat mempengaruhi orang lain. Sementara itu, political skill, mungkin konotasinya negatif, padahal sesungguhnya tidak demikian. Political skill yakni kemampuan bagaimana Anda dapat memahami orang lain dalam suatu pekerjaan, dan menggunakan pengetahuan tersebut untuk mempengaruhi dalam hal positif seperti pencapaian tujuan organisasi. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Peran, Fungsi, Tugas Seorang HRD


     1. Melakukan persiapan dan seleksi tenaga kerja / Preparation and selection
a.      Persiapan
      Dalam proses persiapan dilakukan perencanaan kebutuhan akan sumber daya manusia dengan menentukan berbagai pekerjaan yang mungkin timbul. Yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan perkiraan / forecast akan pekerjaan yang lowong, jumlahnya, waktu, dan lain sebagainya
. Ada dua faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan persiapan, yaitu faktor internal seperti jumlah kebutuhan karyawan baru, struktur organisasi, departemen yang ada, dan lain-lain. Faktor eksternal seperti hukum ketenagakerjaan, kondisi pasa tenaga kerja, dan lain sebagainya. Merencanakan tenaga kerja secara efektif serta efisien agar sesuai kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan, yaitu dengan menetapkan program kepegawaian sesuai fungsi-fungsi yang dimiliki HRD.
b.     Rekrutmen tenaga kerja / Recruitment
          Rekrutmen adalah suatu proses untuk mencari calon atau kandidat pegawai, karyawan, buruh, manajer, atau tenaga kerja baru untuk memenuhi kebutuhan sdm oraganisasi atau perusahaan. Dalam tahapan ini diperluka analisis jabatan yang ada untuk membuat deskripsi pekerjaan / job description dan juga spesifikasi pekerjaan / job specification.
c.     Seleksi tenaga kerja / Selection
            Seleksi tenaga kerja adalah suatu proses menemukan tenaga kerja yang tepat dari sekian banyak kandidat atau calon yang ada. Tahap awal yang perlu dilakukan setelah menerima berkas lamaran adalah melihat daftar riwayat hidup / cv / curriculum vittae milik pelamar. Kemudian dari cv pelamar dilakukan penyortiran antara pelamar yang akan dipanggil dengan yang gagal memenuhi standar suatu pekerjaan. Lalu berikutnya adalah memanggil kandidat terpilih untuk dilakukan ujian test tertulis, wawancara kerja / interview dan proses seleksi lainnya.
2.      Pengembangan dan evaluasi karyawan / Development and evaluation   
Tenaga kerja yang bekerja pada organisasi atau perusahaan harus menguasai pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya. Untuk itu diperlukan suatu pembekalan agar tenaga kerja yang ada dapat lebih menguasai dan ahli di bidangnya masing-masing serta meningkatkan kinerja yang ada. Dengan begitu proses pengembangan dan evaluasi karyawan menjadi sangat penting mulai dari karyawan pada tingkat rendah maupun yang tinggi.
3.  Memberikan kompensasi dan proteksi pada pegawai / Compensation and protection
Kompensasi adalah imbalan atas kontribusi kerja pegawai secara teratur dari organisasi atau perusahaan. Kompensasi yang tepat sangat penting dan disesuaikan dengan kondisi pasar tenaga kerja yang ada pada lingkungan eksternal. Kompensasi yang tidak sesuai dengan kondisi yang ada dapat menyebabkan masalah ketenaga kerjaan di kemudian hari atau pun dapat menimbulkan kerugian pada organisasi atau perusahaan. Proteksi juga perlu diberikan kepada pekerja agar dapat melaksanakan pekerjaannya dengan tenang sehingga kinerja dan kontribusi perkerja tersebut dapat tetap maksimal dari waktu ke waktu.
4.  Employee Relations Management
Pengelolaan hubungan antara management dengan karyawan untuk mendorong terciptanya iklim kerja yang kondusif bagi kedua belah pihak. Sehingga terjaga keseimbangan pelaksanaan hak dan kewajiban perusahaan maupun pekerja/buruh, serta terlaksananya kebijakan pemerintah yang terkait dengan baik.

 ”Internal PR”
à  Segitiga Management – Serikat Pekerja – Karyawan
à  Industrial Relations competency
  
   5.   GA (General Affairs) function
GA sebenarnya berbeda dari HR, namun sudah menjadi tradisi bahwa fungsi GA digabung dengan fungsi HR.
GA sudah ada sebelum HR ada, di beberapa perusahaan yang ”rada kuno”, fungsi HR malah hanya salah satu bagian dalam fungsi GA.
GA, sesuai namanya, merupakan fungsi ”urusan umum / kerumahtangaan” dan karenanya mengurusi hal-hal umum di perusahaan. Dengan demikian scope pekerjaan GA bersifat melebar.
GA mengurusi mulai dari perijinan-perijinan, hubungan dengan lingkungan sekitar, kebersihan + keindahan fisik lingkungan perusahaan, prosedur keamanan, urusan tranportasi perkantoran, pengawasan dan perawatan asset perusahaan dll.

Adapun kegiatan HRD lainnya yang lebih spesifik antara lain terurai sebagai berikut :

1. Poin Penting dalam Merekrut Karyawan :
Rekrutmen merupakan tahap yang krusial bagi perusahaan, karena terdapat tuntutan untuk memperoleh orang dengan kesesuaian yang tinggi dengan perusahaan, baik dari segi skill, kompetensi, knowledge, hingga karakter. Ini bukan merupakan pekerjaan yang mudah, sehingga perlu dilakukan dengan perencanaan yang baik.

Berikut ini adalah sejumlah poin penting yang bisa bermanfaat dalam proses rekrutmen :
·         Proper Planning
Sebelum menjalankan proses rekrutmen, perusahaan harus melakukan planning dengan tepat. Planning ini meliputi skill dan knowledge seperti apa yang diinginkan dari seorang kandidat? Bagaimana karakter yang sesuai dengan posisi suatu jabatan? Pertanyaan-pertanyaan yang nantinya akan diajukan harus dapat mencakup ini.
·         Job Description dan Ekspektasi Jelas
Job description yang tampil di iklan lowongan pekerjaan seringkali tidak menggambarkan keseluruhan deskripsi pekerjaan. Oleh karena itu, selama berjalannya proses rekrutmen, perusahaan harus memberikan gambaran yang mendetail mengenai suatu pekerjaan. Apa saja ekspektasi yang diharapkan dari kandidat? Pekerjaan apa saja yang akan dilakukan? Ini berupaya untuk mengukur kesesuaian kandidat dengan pekerjaan tersebut. Jangan sampai kandidat sudah menerima pekerjaan tersebut, kemudian kesan yang diperolehnya tidak sesuai dengan pekerjaan sebenarnya, yang mengakibatkan turnover.
·         Libatkan Karyawan
Libatkan karyawan Anda dalam proses rekrutmen. Misalnya, Anda dapat meminta rekomendasi kandidat dari mereka.Biasanya, melalui rekomendasi inilah perusahaan dapat memperoleh kandidat yang sesuai, karena karyawan Anda sudah mengetahui track record si kandidat. Selain meminta rekomendasi, perusahaan juga meminta bantuan karyawan dalam mereview resume, kualifikasi dan CV kandidat, bahkan hingga melakukan wawancara.
·         Cek Referensi dan Latar Belakang
Ketika perusahaan sudah menemukan kandidat yang sepertinya sesuai, langkah selanjutnya adalah mengecek referensi dan latar belakang dari kandidat tersebut. Ini tidak mutlak terjadi, namun penting jika Anda mengalami keraguan dan butuh reassurance mengenai seorang kandidat. Saat ini banyak beredar ijazah palsu dan jual beli gelar, sehingga penting bagi Anda untuk mengecek latar belakang.
·         Manfaatkan Website dan Software
Di zaman teknologi saat ini, Anda perlu untuk memanfaatkannya dengan optimal. Anda dapat memanfaatkan website Anda untuk merekrut orang, sederhananya dengan posting lowongan kerja. Selain itu, Anda juga bisa mengembangkan suatu sistem dimana pelamar langsung mengisi data-datanya ke website, sehingga langsung masuk ke database perusahaan. Sehingga, kandidat yang sedang membuka website Anda kemudian tertarik, bisa langsung melamar saat itu juga.

2. Orientasi Pegawai baru untuk meningkatkan produktifitas
Setelah merekrut pegawai baru, maka harus ada satu proses yang penting yaitu bagaimana memperkenalkan pegawai baru tersebut kepada lingkungan, peraturan dan tujuan perusahaan, sehingga membantu pegawai tersebut masuk ke dalam bagian sebagai pihak yang dapat memajukan perusahaan. Hal inilah yang dikenal dengan istilah Orientasi Pegawai Baru.
Sebagai contoh, Seorang Senior Manager yang baru direkrut, dia merasa kecewa karena ada beberapa kebijakan yang belum dia ketahui, seperti tentang asuransi kesehatan sehingga dia harus bolak balik melakukan urusan tentang kesehatan tersebut. Ada juga beberapa pegawai baru tidak tahu dengan jelas apa yang mereka kerjakan, sehingga kelihatan mereka tidak bekerja maksimal hanya menunggu perintah dari atasan saja.
Hal-hal tersebut di atas, seperti adanya kekecewaan dan benturan-benturan, juga tidak jelasnya tujuan kerja, menyebabkan kurangnya produktivitas, yang pada akhirnya mengganggu pencapaian tujuan perusahaan. Seringkali karena kurangnya proses orientasi, menyebabkan kurangnya produktivitas. Hal ini bisa disebabkan kurangnya informasi dan pemahaman tentang peraturan dan bisnis perusahaan, akibatnya si pegawai baru tidak mencapai target yang diharapkan, atau bisa saja dia tidak betah akan situasi dan kondisi perusahaan yang tidak mendukung, akhirnya dia memilih keluar dari perusahaan.
Beberapa tahap orientasi yang penting dilakukan :
1.     Perkenalan
Memperkenalkan pegawai baru, mulai dari unit kerjanya sendiri sampai unit kerja besarnya dan sampai unit-unit kerja terkait lainnya, akan memberikan ketenangan dan kenyamanan si pegawai, karena dia merasa diterima di lingkungannya dan hal tersebut akan mempermudah dia untuk bertanya jika ada hal-hal yang kurang jelas, bahkan dapat membina kerja sama dengan yang lain dalam rangka menjalankan tugasnya.
2.     Penjelasan Tujuan Perusahaan
Dengan menjelaskan profil perusahaan secara lengkap seperti visi, misi, nilai-nilai, budaya perusahaan dan struktur organisasi, akan membuat pegawai baru lebih mengenal perusahaan tersebut, sehingga akan membangkitkan motivasi dan kemampuan dia untuk mendukung tujuan perusahaan.
3.     Sosialisasi Kebijakan
Perlu adanya sosialisasi tentang kebijakan perusahaan yang berlaku, mulai dari kebijakan baik yang terkait dengan Sumber Daya Manusia seperti Reward, Career, Training, Hubungan Kepegawaian, Penilaian Pegawai, sampai Termination, juga yang terkait dengan unit kerja tempat dia bekerja, demikian juga tentang kode etik dan peraturan perusahaan. Dengan demikian akan memperjelas hal-hal yang perlu ditaati dan dijalankan dalam memperlancar tugas kerjanya.
4.     Jalur Komunikasi
Membuka jalur komunikasi akan mempermudah pegawai baru menyampaikan aspirasinya maupun pertanyaan-pertanyaannya. Untuk itu perlu dibukanya ruang komunikasi bagi pegawai baru, baik melalui komunikasi rutin melalui tatap muka seperti meeting rutin, friday session dll, juga dibukanya jalur media komunikasi seperti email mapun telephone.
5.     Proses Monitoring
Tentunya pada awal bekerja, si pegawai baru sudah disosialisasikan target kerja yang harus dicapai. Perlu adanya monitor rutin akan hasil kerjanya, sehingga akan membantu pegawai tersebut lebih lagi meningkatkan kinerjanya. Jika ada kekurangan, maka dapat disampaikan hal-hal yang perlu dia lakukan untuk mengatasi kekurangan tersebut. Demikian juga jika ternyata pegawai tersebut berhasil mencapai target yang lebih, maka dapat ditingkatkan lagi targetkerjanya.
Dengan adanya orientasi pegawai baru tersebut diharapkan dapat membantu pegawai dapat bekerja dengan baik, yang dapat meningkatkan produktivitas kerjanya, yang pada akhirnya akan mendukung pencapaian tujuan perusahaan.

3. Pelatihan / Training
Pelatihan adalah suatu kegiatan proses belajar mengajar dalam waktu yang relatif singkat dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dari peserta yang dilatihnya. Dalam suatu perusahaan, pelatihan adalah kegiatan untuk memperbaiki kemampuan karyawan dengan cara meningkatkan pengetahuan dan keterampilan operasional dalam menjalankan suatu pekerjaan. Dengan adanya program pelatihan diharapkan karyawan dapat bekerja lebih baik dan dapat memberikan kepuasan bagi dirinya sendiri sehingga akhirnya dapat meningkatkan prestasi kerja dan produktivitasnya serta memberikan kontribusi guna pencapaian tujuan perusahaan. Suatu program pelatihan disebut efektif bila bermanfaat bagi peserta/karyawanan dan dampaknya dapat meningkatkan prestasi kerja karyawannya.
Pelatihan bidang teknis/operasional bertujuan untuk meningkatkan kemampuan teknis karyawan yang berkaitan langsung dengan pekerjaannya, dengan sasaran latihnya adalah karyawan dari mulai jabatan worker, staff sampai dengan group leader yang berada pada masing-masing departemen. Pelatihan bidang manajerial bertujuan untuk meningkatkan pengembangan kepribadian dan kepemimpinan serta meningkatkan motivasi dengan sasaran latihnya adalah semua karyawan yang berada di seluruh departemen mulai dari jabatan worker, staff dan group leader hingga ke tingkat jabatan supervisor.
Untuk mengetahui efektif tidaknya suatu program pelatihan, perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh yang meliputi evaluasi tahap reaksi (evaluasi reaksi peserta pelatihan), tahap pembelajaran (pre dan post test), tahap perilaku dan hasil (evaluasi dampak pelatihan oleh atasan).
Menurut Otto dan Glaser:
Arti latihan ialah suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan kerja seseorang dalam kaitannya dengan aktivitas ekonomi. Latihan membantu pegawai/karyawan dalam memahami suatu pengetahuan praktis dan penerapannya, guna meningkatkan keterampilan, kecakapan dan sikap yang diperlukan oleh organisasi dalam usaha mencapai tujuannya.
Menurut Mondy dan Noe:
Pelatihan (training) meliputi aktivitas-aktivitas yang berfungsi meningkatkan unjuk kerja seseorang dalam pekerjaan yang sedang dijalani atau yang terkait dengan pekerjaannya ini.
Pendidikan (education) mencakup kegiatan-kegiatan yang dise-lenggarakan untuk meningkatkan kompetensi menyeluruh se-seorang dalam arah tertentu dan berada di luar lingkup pekerjaan yang ditanganinya saat ini.
Dampak pelatihan terhadap prestasi kerja karyawan menunjukkan adanya peningkatan prestasi kerja yang tidak tinggi, korelasinya sangat lemah dengan tingkat signifikansi yang tidak berbeda nyata. Kondisi ini diduga disebabkan oleh pelaksanaan pelatihan yang tidak efektif. dan kurang termotivasinya karyawan dalam melaksanakan tugas/pekerjaannya. Prestasi kerja meningkat disebabkan oleh adanya motivasi yang timbul dari dalam diri individunya sendiri dan oleh adanya kemampuan. Meningkatnya kemampuan tapi tidak ditunjang oleh motivasi yang tinggi tidak menyebabkan meningkatnya prestasi kerja, demikian pula sebaliknya meskipun motivasinya tinggi kalau kemampuannya kurang maka prestasi kerja pun sulit meningkat. Oleh karena itu untuk meningkatkan prestasi kerja, maka keduanya harus saling mendukung.
1. Tujuan Training
Tujuan training adalah untuk memberikan pelatihan dan pendidikan yang dapat menambah wawasan dan dapat meningkatkan efektifitas karyawan dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya sehingga perusahaan akan lebih diuntungkan.
2. Tahap-tahap dalam pelaksanan training :
·         Bagian HRD mengindentifikasikan kebutuhan training / pelatihan karyawan, kemudian membuat jadwal pelatihan tahunan.
·         Bagian HRD meminta persetujuan atas jadwal pelatihan tahunan yang telah dibuat ke Direktur.
·         Bagian HRD memfasilitasi pelaksanaan training / pelatihan dan melakukan penilaian efektivitas training / pelatihan.
3. Kegagalan Training :
Berdasarkan survey yang dilakukan oleh ASTD (American Society for Training and Development), diperoleh informasi bahwa terdapat beberapa hal yang dapat mengakibatkan kegagalan training, antara lain :
  • Sebesar 20% disebabkan oleh persiapan yang tidak baik, terutama kesiapan peserta untuk mengikuti training.
  • Sebesar 10% disebabkan oleh pelaksanaan training yang tidak baik.
  • Sebesar 70% disebabkan oleh dukungan implementasi yang tidak baik, dimana manajer atau atasan tidak memberikan perhatian terhadap perkembangan karyawan dan tidak adanya kesempatan untuk mempraktekkan ilmu baru pada pekerjaan yang dijalani. (Sumber : Artikel Implementasi Training, Google)

4. Solusi Untuk Mengatasi Kegagalan Training
Untuk mengatasi kondisi diatas, banyak ahli yang mengeluarkan teori-teori mengenai langkah yang harus dilakukan untuk menyusun sebuah training yang berhasil. Dari teori-teori tersebut dapat diketahui bahwa untuk meningkatkan tingkat efektivitas pelaksanaan training, terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan sebelum menyusun program training dan pada saat implementasi training.
Pada saat penyusunan program training, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
  • Memahami tuntutan dan tingkat kompetensi yang dipersyaratkan dalam posisi atau jabatan.
  • Mengukur kompetensi yang dimiliki karyawan saat ini.
  • Melakukan analisis kesenjangan kompetensi yang ada : kompetensi yang disyaratkan jabatan versus kompetensi yang dimiliki karyawan saat ini.
  • Merancang hal teknis pelaksanaan training : metode, sumber materi, kasus, dan games. Sedangkan langkah-langkan pada saat implementasi training adalah :
  • Pengakuan. Langkah ini bertujuan agar peserta yakin bahwa kompetensi yang akan diajarkan ada dan penting untuk bisa menjalankan pekerjaan dengan baik.
  • Pemahaman. Pada langkah ini peserta diajarkan tentang kompetensi baru dan bagaimana mempraktikkannya.
  • Asessment pribadi. Dimana peserta diberikan kesempatan untuk menilai kompetensinya dibandingkan dengan orang yang dianggap memiliki kinerja superior.
  • Praktek keahlian. Peserta mempraktekkan apa yang dipelajari dalam simulasi sebenarnya, dan mengetahui perbedaan kompetensi mereka dengan kompetensi superior.
  • Aplikasi pekerjaan. Pada langkah kelima ini peserta menyusun target/tujuan dan rencana aksi bagaimana mereka memanfaatkan kompetensi tersebut dalam pekerjaan sebenarnya. Adanya penyusunan tujuan, terjadi peningkatan pencapaian dari 5%-20% menjadi 60%-70%, sehingga produktivitas pun ikut naik.
  • Dukungan tindak lanjut. Dukungan ini berupa berbagi informasi dengan pihak lain (termasuk supervisor) tentang pemanfaatan kompetensi tersebut. 

4. Pentingnya Training dalam Meningkatkan Engagement Karyawan
Karyawan merupakan salah satu asset yang terbesar bagi perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan selalu berusaha untuk melakukan langkah-langkah employee engagement demi mempertahankan karyawan-karyawan terbaiknya. Salah satu langkahnya adalah dengan mengadakan training bagi karyawan.
Sebuah riset yang dilakukan oleh Aberdeen Group dan disponsori oleh SkillSoft Plc, menemukan bahwa terdapat suatu kebutuhan akan training pada seluruh level organisasib demi menciptakan engagement yang dapat mendorong pencapaian kinerja serta kepuasan pelanggan.
Riset tersebut menemukan bahwa langkah utama yang harus dilakukan perusahaan demi mendorong level engagement adalah dengan meningkatkan skill leadership dari para manajer front-line. Hal ini diperlukan supaya mereka dapat mengelola karyawan secara lebih baik. Dua program yang terbukti penting dalam membangun engagement karyawan adalah training yang dilakukan ketika karyawan mulai bekerja (on boarding), serta rencana pengembangan bagi karyawan (development plan). On-boarding memastikan bahwa karyawan punya keselarasan dengan visi dan misi organisasi, sementara development plans memastikan keselarasan peran antara manajer dan karyawan dalam mencapai kesuksesan organisasi.
Mengapa training diperlukan untuk meningkatkan level engagement pada karyawan? Manfaat signifikan apa yang diberikan oleh training? Pertama, training menjembatani antara kebutuhan dan ketersediaan skill. Lingkungan selalu mengalami perubahan, oleh karena itu, karyawan juga harus beradaptasi dengan perubahan. Adakalanya karyawan dituntut untuk menguasai skill baru, dan adakalanya karyawan mengalami penurunan skill. Disini, training memegang peranan penting untuk menjamin bahwa karyawan memiliki skill yang dibutuhkan. Dengan mempelajari skill yang baru, maka karyawan akan dapat memenuhi tuntutan pekerjaan dengan lebih baik.
Adakalanya karyawan menghadapi jenis tugas baru dalam suatu pekerjaan, yang membutuhkan skill tertentu. Jika karyawan tidak mengalami pelatihan sebelumnya, maka tugas itu mungkin akan menjadi beban buat dia, karena ia bingung dan tidak pernah memperoleh pembekalan. Namun, jika karyawan sudah memperoleh pelatihan dan mempelajari skill dan knowledge baru yang dibutuhkan, tugas baru tersebut akan menjadi sesuatu yang menantang dan menarik untuknya.
Training juga penting demi pengembangan karir. Training kepemimpinan misalnya, sangat diperlukan bagi mereka yang naik jabatan dan mulai memiliki anak buah untuk dikelola. Semakin karyawan mendaki posisi puncak, maka ia membutuhkan skill yang semakin banyak, serta skill kepemimpinan juga harus makin solid.
Selain itu, training juga bermanfaat dalam meningkatkan motivasi karyawan. Melalui training, maka karyawan kembali diingatkan akan visi, misi, nilai-nilai dan tujuan dari perusahaan. Karyawan yang mungkin tadinya sudah lupa, akan kembali terpacu dengan adanya training.
      Pentingnya training ini, kemudian diukur menggunakan tolak ukur yakni :
Model yang paling populer digunakan untuk mengevaluasi training adalah model evaluasi empat level yang dikembangkan Donald Kirkpatrick sekitar tahun 50-an.
  • Level I – Reaksi ,Level ini mengevaluasi reaksi dan pendapat dari peserta mengenai training dan pembelajaran yang mereka terima. Reaksi ini bisa diukur melalui isian feedback atau kuesioner yang biasa dibagikan setelah training berakhir. Level ini cenderung mudah dilakukan, serta datanya juga bisa dianalisa dengan mudah.
  • Level II – Pelatihan ,Kemudian evaluasi kedua merupakan evaluasi learning, yang bertujuan untuk mengukur mengenai perolehan knowledge setelah berakhirnya masa training. Pengukuran ini biasanya dilakukan pada sebelum dan setelah masa training, yakni bisa melalui wawancara dan observasi. Dengan mengukur pada sebelum dan setelah training, maka bisa diambil kesimpulan apakah peserta benar-benar memperoleh pembelajaran dari knowledge yang diperolehnya dari training.
  • Level III – Tingkah laku ,Pada tahap ini, yang dievaluasi adalah behaviour atau perilaku yang diimplementasikan dalam pekerjaan setelah training berlangsung. Pengukuran ini juga bisa dilakukan melalui wawancara dan observasi. Hal-hal yang perlu dievaluasi antara lain adalah apakah pembelajaran yang diperoleh di masa training benar-benar diimplementasikan ke dalam pekerjaan? Kemudian apakah skill dan knowledge yang diperoleh dari training berpengaruh terhadap perilaku dalam bekerja.
  • Level IV – Hasil, Tahap ini sudah mengukur bagaimana dampak training terhadap kinerja perusahaan. Hasil yang diukur merupakan bagaimana peningkatan kinerja individu setelah mengalami training. Ukuran-ukuran yang digunakan merupakan indikator umum yang dipakai untuk mengukur kinerja, seperti hasil penjualan, turnover karyawan, jumlah barang cacat, dan sebagainya. Supaya hasil yang diperoleh optimal, pada awal training perlu dijelaskan tujuan serta ekspektasi yang diharapkan dari karyawan mengikutinya, sehingga mereka paham ukuran yang digunakan.

5. Manajemen Pengembangan Diri
Sebagai manusia yang diciptakan Tuhan dengan memiliki derajat tertinggi di antara makhluk-makhluk hidup lainnya, ternyata manusia memiliki potensi yang luar biasa untuk mengembangkan dirinya. Tapi seringkali manusia tidak menyadari akan kemampuan yang luar biasa yang dimilikinya yang telah diletakkan oleh Sang Pencipta sejak dari mulanya. Dalam usaha untuk mengembangkan diri kita maka proses pengembangan diri akan dimulai dari pengetahuan tentang:   
  • Siapa diri kita
  • Apa yang kita mau dan tujuan kita
  • Apa yang kita punya untuk mencapai tujuan itu

Tiga hal ini menjadi peta dasar untuk pengembangan diri kita. Untuk mencapai apa yang kita mau kita harus tahu siapa diri kita dan apa yang kita punya untuk mencapai tujuan itu. Dari sana kita bisa menyiapkan diri dengan belajar, berusaha, dan bekerja.
a. Pentingnya pengembangan diri
Setiap momentum pergantian tahun dalam perjalanan hidup kita, selalu kita iringi dengan melakukan introspeksi. Hal ini dilakukan bukan sekedar untuk mengenang masa lalu, namun sebagai persiapan untuk menghadapi masa depan. Dengan melakukan introspeksi ini kita dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan, peluang maupun tantangan yang kita miliki.
Negara Jepang, dengan caranya sendiri mampu mengantarkan masyarakatnya menjadi masyarakat dengan peradaban modern. Rahasia pencapaian kemajuan mereka adalah Keizen. Kaizen adalah konsep yang diperkenalkan oleh Masaaki Imai, seorang pakar produktivitas perusahaan Jepang. Imai yang sejak tahun 1950-an mempelajari produktivitas industri Amerika kemudian menulis buku Kaizen, The Key to Japan s Competitive Success (1986) yang berisi rahasia keberhasilan perusahaan dan industri Jepang.
Strategi Kaizen merupakan konsep tunggal manajemen Jepang yang menjadi kunci sukses dalam persaingan. Kaizen berarti penyempurnaan secara kontinyu dan melakukan pengembangan secara total dengan melibatkan semua unsur dan potensi yang ada. Kaizen berorientasi pada proses dan usaha yang optimal, berbeda dengan manajemen Barat yang lebih berorientasi pada hasil.
Esensi konsep Keizen dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bentuk upaya untuk selalu mengembangkan dan menyempurnakan kemampuan, prestasi dan produktivitas spiritual, intelektual, fisik maupun material secara total.
b. Upaya pengembangan diri
Pengembangan diri sebenarnya merupakan proses pembaruan. Proses ini disebut oleh Stephen R. Covey dalam The 7 habits of Highly Effective People (1993) sebagai konsep asah gergaji. Pembaruan yang dilakukan, menurut Covey mesti meliputi empat dimensi yaitu: pembaruan fisik, spiritual, mental dan sosial/emosional.  Pembaruan fisik dapat dilakukan dengan melalui olahraga, asupan nutrisi, dan upaya pengelolaan stres. Pembaruan spiritual dapat diraih melalui penjelasan tentang nilai dan komitmen, melakukan ibadah dengan sungguh-sungguh. Dimensi mental dapat diperbarui melalui kegiatan membaca, melakukan visualisasi, membuat perencanaan dan menulis. Adapun dimensi sosial/emosional diasah melalui pemberian pelayanan, bersikap empati, melakukan sinergi dan menumbuhkan rasa aman dalam diri. Dalam proses pengembangan diri diperlukan keseimbangan dan sinergi untuk mencapai hasil optimal sebagaimana yang diharapkan.
Pengembangan diri tidak muncul begitu saja. Untuk meraihnya, diperlukan latihan dengan pola seperti spiral. Pola ini melatih kita untuk bergerak ke atas sepanjang spiral secara terus-menerus. Pola spiral ini memaksa kita untuk melalui tiga tahap kegiatan yakni belajar, berkomitmen, dan berbuat. Latihan ini harus terus-menerus berjalan secara berulang-ulang sampai kualitas dan produktivitas diri kita menjadi semakin tinggi.
Dalam melakukan pengembangan diri, kita memerlukan tolok ukur yang nyata dan aplikatif untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan yang telah kita capai . Konsep Sharpening Our Concept and Tools (SHOOT) yang dikembangkan oleh Lembaga Manajemen Terapan Trustco berikut ini dapat kita jadikan sebagai contoh daftar aktivitas pengembangan diri.
  • Memperluas pengetahuan mengenai fakta situasional. Jangan bersikap takacuh dengan lingkungan sekitar.
  • Menjalin hubungan dengan orang lain.
  • Mengelola waktu secara efektif.
  • Menjaga keaktualan pengetahuan agar tidak tertinggal dan relevan. Jangan malas mencari pengetahuan baru.
  • Berlatih untuk mengumpulkan fakta dan membuat asumsi.
  • Membuat jurnal pribadi dengan menggunakan catatan harian agar jadwal kita menjadi teratur.
  • Menentukan batas-batas kekuasaan dan otoritas yang kita miliki.
  • Mendengarkan dengan seksama.
  • Melakukan pengambilan keputusan dengan baik.
  • Membiasakan membuat teknik perencanaan (planning) yang baik.

Proses pengembangan diri yang kita lakukan tidak akan berjalan lancar apabila kita mengandalkan dukungan dari luar. Diperlukan sebuah pembelajaran mandiri (self education) yang berasal dari dalam diri kita sendiri. Pembelajaran yang harus dilakukan secara mandiri ini setidaknya mencakup tiga hal, yaitu: kemampuan membuat kurikulum atau agenda pribadi (self curriculum), kemampuan menjadi pembelajar yang cepat (speed learner), dan belajar secara mandiri (self learning).
Melakukan proses pengembangan diri memang tidak bebas hambatan, bahkan seringkali penuh kendala. Albert Ellis, psikolog dan penulis terkenal dalam bukunya Feeling Better, Getting Better, Staying Better (2001) memperkenalkan konsep terapi Rational Emotive Behavior Theraphy (REBT). Konsep ini diperkenalkan oleh Ellis untuk membantu mengatasi hambatan dalam pengembangan diri. Beberapa hal yang disampaikannya berikut ini dapat menjadi bahan renungan kita:
  • Bicara adalah perkara mudah. Namun, hanya bicara yang diikuti oleh tindakan yang dapat membuat segalanya menjadi lebih baik.
  • Anda tidak akan dapat mencapai kemajuan apabila selalu mengerjakan sesuatu dengan cara yang sama. Oleh karena, mengubah cara harus sering dilakukan meskipun dapat membuat anda merasa kurang nyaman.
  • Anda harus berusaha menghentikan kebiasaan yang tidak baik dengan sungguh-sungguh.
  • Semakin lama anda tenggelam dalam perilaku yang merugikan diri sendiri, semakin lama anda harus berjuang untuk menghentikannya.
  • Menghindari tindakan yang anda kuatirkan akan gagal hanya dapat mengurangi kecemasan anda sementara. Dalam jangka panjang, penghindaran ini justru dapat berakibat buruk. Oleh karena itu lebih baik menghadapinya, ketimbang mengindar.
  • Makin sering anda berfikir bahwa anda tidak berguna dan tidak berharga setelah mengalami kegagalan, semakin sulit anda mencapai keberhasilan.
  • Kalau anda ingin menemukan kedamaian dan kegembiraan , atau ingin menjadi lebih baik, anda harus memaksa diri untuk melakukannya. Sikap diri seperti di atas perlu dibangun karena menentukan gaya manajemen pengembangan diri anda. John Maxwell dalam The Winning Attitude; Your Key to Personal Success (1993) menyimpulkan bahwa sikap hidup menentukan tindakan, pola hubungan dengan orang lain, perlakuan yang kita terima dari orang lain, keberhasilan dan kegagalan, menentukan hasil akhir, cara pandang yang positif dan optimis. Ia juga menyatakan, sikap anda sekarang adalah hasil dari sikap-sikap anda selama ini.

W.Stern mengemukakan Teori Konvergensi yang mengatakan kepribadian manusia terbentuk sebagai hasil interaksi dari nature dan nurture. Jadi, hasil interaksi dari potensi yang dimiliki manusia dan seberapa besar lingkungan mempengaruhi perwujudan potensi yang dimiliki.
Kalau berbicara mengenai "potensi", kita tidak bisa berbuat banyak, karena potensi manusia memang sudah terberi. Yang dapat diupayakan adalah usaha untuk mengembangkan potensi yang ada agar berfungsi sesuai dengan peran yang harus kita jalankan. Selain hal-hal diatas, untuk mengembangkan diri perlu dipertimbangkan juga faktor di bawah ini :
a.      Faktor penghambat yang berasal dari lingkungan.
   Sistem yang dianut.Kadang-kadang sistem yang berlaku dalam lingkungan kita,   apakah dalam pekerjaan pendidikan atau lingkungan sosial di mana kita berada, tanpa disadari menghambat pengembangan diri kita, misalnya diberlakukannya sistem senioritas dalam jenjang jabatan di mana kita bekerja. Tanggapan atau sikap/kebiasaan dalam lingkungan kebudayaan. Kadang-kadang tradisi atau kebiasaan yang berlaku menghambat perwujudan dari perkembangan diri seseorang.
b.    Faktor penghambat yang berasal dari diri individu sendiri.
Faktor tujuan hidup yang tidak/belum tergambar dengan jelas.
Faktor motivasi dan faktor keengganan untuk menelaah diri. Kadang-kadang manusia takut untuk menerima kenyataan bahwa ia memiliki kekurangan ataupun kelebihan pada dirinya.
c.   Faktor usia. Kadang-kadang orang yang sudah tua dalam usia tidak melihat bahwa kearifan dan kebijaksanaan dapat dicapainya. Mereka cenderung memandang bahwa usia muda lebih hebat karena produktif.
Memang banyak aspek penghambat pengembangan kepribadian kita, namun sebenarnya masalah utamanya terletak pada jawaban kita terhadap pertanyaan, "Benarkah kita berkeinginan untuk mengembangkan diri kita?"

6.  Penilaian Kerja

Elemen pokok dalam sistem penilaian kerja adalah :   

-        Prestasi kerja Penilaian Umpan balik

-        Karyawan kinerja bagi karyawan

-        Ukuran-ukuran

-        Kinerja

-        Kriteria yang ada

-        Hubungannya dgn Pelaksanaan kerja

-        Keputusan2
-        Catatan2
-        SDM tentang karyawan

Dengan adanya penilaian kinerja terhadap karyawan / buruh dapat diketahui secara tepat apa yang sedang dihadapi dan target apa yang harus dicapai. Melalui penilaian kinerja karyawan dapat disusun rencana, strategi dan menentukan langkah-langkah yang perlu diambil sehubungan dengan pencapaian tujuan karier yang diinginkan.
Bagi pihak manajemen, kinerja (karyawan) sangat membantu dalam mengambil keputusan seperti promosi dan pengembangan karier, mutasi, PHK, penyesuaian kompensasi, kebutuhan pelatihan dan mempertahankan ISO yang dimiliki perusahaan.
Berdasarkan manfaat di atas dapat dikatakan bahwa penilaian prestasi kerja yang dilakukan secara tidak tepat akan sangat merugikan karyawan dan perusahaan. karyawan dapat menurun motivasi kerjanya karena hasil penilaian kinerja yang tidak sesuai dengan hasil kerjanya. Dampak motivasi karyawan yang menurun adalah ketidakpuasan kerja yang pada akhirnya akan sangat mempengaruhi proses belajar mengajar. Bagi perusahaan,hasil penilaian kinerja yang tidak tepat akan mempengaruhi pengambilan keputusan kepegawaian yang tidak tepat, misalnya promosi. Mempromosikan karyawan yang tidak tepat untuk menduduki level manajemen, akan menurunkan kualitas perusahaan tersebut. Kualitas yang menurun pada akhirnya akan mempengaruhi ISO perusahaan tersebut.
1.       Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang ialah :
-    Faktor kemampuan, secara umum kemampuan ini terbadi menjadi 2 yaitu kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge danskill).
-    Faktor motivasi, motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja.
2.       Menyusun Penilaian Kinerja
Untuk menyusun pedoman penilaian kinerja, sebaiknya dibentuk suatu tim yang diberi penugasan secara khusus. Anggota tim dapat terdiri dari manajemen perusahaan yang menangani sumberdaya manusia, misalnya Staf personalia.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun pedoman kinerja ialah sistem penilaian harus mempunyai hubungan dengan pekerjaan yang dinilai, praktis, mempunyai standar dan menggunakan berbagai ukuran yang dapat diandalkan.
Agar dapat memenuhi unsur-unsur di atas, beberapa langkah-langkah dapat dilakukan berikut ini :
Pertama : Memakai uraian pekerjaan (job description) karyawan. Berdasarkan tugas dan tanggung jawab karyawan kemudian dibuat kriteria yang akan dinilai. Misalnya, untuk karyawan harus mencakup pendidikan, ketrampilan, keahlian. Selain kriteria penilaian, kriteria yang menjadi faktor pengurang juga perlu dipertimbangkan, misalnya pada saat seorang karyawan  mendapat Surat Teguran atau Surat Peringatan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS